Petitum Permohonan |
Perihal : Permohonan Praperadilan
Lamp : Surat Kuasa Khusus & Bukti-bukti, etc.
Kepada Yang Terhormat :
Ketua Pengadilan Negeri Tembilahan
Di
Jl. Prof M Yamin SH No 2, Tembilahan
Dengan Hormat,
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Abri Sastra Pasaribu,S.H., Advokat / Pengacara & Penasehat Hukum Pada KANTOR ADVOKAT ABRI S PASARIBU SH & PARTNERS, yang beralamat di Jl. Nugroho, Perum Rhabayu Garden, Kelurahan Tanjung Riau, Kecamatan Sekupang, Kota Batam, Kepulauan Riau. Dalam hal ini bertindak berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 28 November 2024, Baik secara Bersama-sama maupun sendiri-sendiri untuk dan atas nama
Nama : Teguh Riyanto
Tempat/Tgl Lahir : Sragen, 26 Oktober 1988
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Kampung Panau, RT 001, RW 004, Kel. Kabil, Kec.
Nongsa, Kota Batam, Kepulauan Riau
NIK : 2171042810880001
Dalam hal ini untuk selanjutnya disebut PEMOHON.
…………….MELAWAN…………..
KEPALA KEPOLISIAN DAERAH RIAU Cq KEPALA KEPOLISIAN RESOR INHIL Cq, KEPALA SATUAN RESERSE NARKOBA POLRES INHIL yang beralamat di Tembilahan Kota, Kecamatan Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau dalam hal ini untuk selanjutnya disebut TERMOHON.
Dengan ini untuk mengajukan permohonan Praperadilan terhadap tidak Sahnya Upaya paksa tentang (1) Penetapan Pemohon sebagai Tersangka, (2) Penangkapan, (3) Penahanan, dan Penyitaan dalam dugaan Tindak Pidana dalam rumusan Pasal 114 Jo 112 Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika berdasarkan Surat Perintah Penyidikan No Sp. Sidik/78/X/RES.4.2/2024/Narkoba, Tanggal 29 Oktober 2024, oleh Kasatresnarkoba Polres Inhil in casu TERMOHON.
Adapun yang menjadi alasan-alasan permohonan PEMOHON adalah sebagai berikut :
- Dasar Hukum Permohonan Praperadilan
- Perlu dipahami dan diketahui bahwa lahirnya Lembaga Praperadilan adalah karena terinspirasi oleh prinsip-prinsip yang bersumber dari adanya hak Habeas Corpus dalam sisten peradilan Anglo-saxon, yang memberikan jaminan fundamental terhadap Hak Asasi Manusia khususnya hak kemerdekaan. Habeas Corpus Act memberikan hak pada seseorang melalui suatu surat perintah pengadilan menuntut pejabat yang melaksanakan hukum pidana formil tersebut agar tidak melanggar hukum (illegal) atau tegasnya melaksanakan hukum pidana formil tersebut harus benar-benar sah sesuai dengan hukum yang berlaku. Hal ini untuk menjamin bahwa perampasan ataupun pembatasan kemerdekaan terhadap seorang tersangka atau terdakwa itu benar-benar telah terpenuhi melalui ketentuan hukum yang berlaku maupun jaminan hak asasi manusia.
- Bahwa keberadaan Lembaga praperadilan, sebagaimana diatur dalam Bab X Bagian kesatu dan Bab XII Bagian kesatu Undang-undang No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, secara expressis verbis dimaksudkan sebagai sarana control atau pengawasan horizontal untuk menguji keabsahan penggunaan wewenang oleh apparat penegak hukum terutama Penyidik maupun Penuntut Umum sebagai Upaya koreksi terhadap penggunaan wewenang apabila dilaksanakan secara sewenang-wenang dengan maksud dan tujuan lain diluar dari yang ditentukan secara tegas di dalam KUHAP, guna menjamin perlindungan terhadap hak asasi manusia setiap orang termasuk in casu PEMOHON. Menurut Luhut MP Pangaribuan, Lembaga Praperadilan yang terdapat didalam KUHAP identic dengan Lembaga pre-tial yang terdapat di Amerika Serikat yang menerapkan prinsip Habeas Corpus yang mana pada dasarnya menjelaskan bahwa didalam Masyarakat yang beradab maka pemerintah harus selalu menjamin hak kemerdekaan seseorang.
- Bahwa Lembaga praperadilan sebagaimana diatur di dalam Pasal 77s/d 83 KUHAP adalah suatu Lembaga yang berfungsi menguji apakah Tindakan/Upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik/penuntut umum sudah sesuai dengan undang-undang dan tersebut dilengkapi administrasi penyidikan secara cermat atau tidak, karena pada dasarnya tuntutan praperadilan menyangkut sah atau tidaknya Tindakan penyidik atau penuntut umum didalam melakukan penyidikan atau penuntutan.
- Tindakan Upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu Tindakan perampasan hak asasi kemanusiaan. Menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak asasi manusia yang memang pada kenyataan nya pada penyusuna KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada hukum internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu praperadilan menjadi satu mekanisme control terhadap kemungkinan Tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan Tindakan tersebut. Hal bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Dan untuk itu praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik dan penuntut umum dalam melakukan Tindakan terhadap penetapan tersangka, penangkapan,penggeledahan, penyitaan, penahanan dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam hal melakukan Tindakan.
- Bahwa sebagaimana dalam Pasal 1 angka 10 KUHAP menyatakan ; Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang ; Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau atas kuasa tersangka, Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan, Permintaan ganti rugi atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
- Bahwa dalam perkembangannya pengaturan praperadilan sebagaimana diatur dalam pasal 1 angka 10 Jo Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan apparat penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran haka sasin seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari negara. Untuk perkembangannya yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sah atau tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan, penyitaan dan penahanan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh apparat penegak hukum. Dalam kaitanya perubahan dan perkembangan hukum dalam Masyarakat yang demikian bukanlah hal yang mustahil terjadi dalam praktik system hukum negara manapun apalagi didalam system hukum common law yang telah merupakan bagian dari system hukum Indonesia.
- Bahwa melalui putusan Mahkamah Konstitusi No 21/PUU-XII/2014 Tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya Lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, penggeledahan, penyitaan dan penahanan, mengingat putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang berkekuatan hukum tetap.
- Alasan Permohonan Praperadilan
Fakta-fakta Hukum
- Bahwa pada selasa Tanggal 29 Oktober 2024 sekitar pukul 23.00 Wib di Jl. Prof HM Yamin, Lebak Bandung, Jelutung Kota Jambi Hotel Lestari Jambi telah dilakukan penangkapan terhadap PEMOHON oleh TERMOHON, yang mana pada penangkapan tersebut TERMOHON tidak memperlihatkan Surat Tugas dan Surat Perintah Penangkapan yang mencantumkan identitas PEMOHON dan alasan penangkapan serta uraian yang jelas yang disangkakan kepada PEMOHON serta Surat Penangkapan tersebut tidak diberikan kepada PEMOHON maupun keluarganya..
- Bahwa penangkapan tersebut dilakukan oleh TERMOHON sebelum melakukan rangkaian penyelidikan pengumpulan alat bukti, menemukan bukti permulaan minimal dua alat bukti yang sah dan belum ditetapkan sebagai TERSANGKA.
- Bahwa pada saat penangkapan tersebut TERMOHON menginterogasi dengan cara melakukan kekerasan, penganiayaan dan pengancaman kepada PEMOHON untuk supaya PEMOHON mengakui sesuatu perbuatan yang diduga telah dilakukan oleh PEMOHON.
- Bahwa setelah dilakukannya penangkapan tersebut TERMOHON memeriksa, menggeledah badan PEMOHON Tanpa memperlihatkan Surat Tugas dan Surat Perintah Penggeledahan selanjutnya TERMOHON, melakukan Penyitaan barang-barang milik PEMOHON yaitu 2 Unit Handphone Merk Samsung A12 dan A 33, Dompet beserta isinya dan 1 buah KTP, ATM BRI dan SIM, Namun surat penyitaan tersebut tidak diberikan kepada PEMOHON maupun keluarganya.
- Bahwa untuk selanjutnya kemudian TERMOHON membawa PEMOHON ke suatu tempat masih disekitaran daerah jambi dan digabungkan dengan 2 (dua) orang yang sudah ditangkap oleh TERMOHON, lalu difoto bertiga Beserta dengan barang bukti Narkotika.
- Bahwa selanjutnya TERMOHON membawa PEMOHON kedaerah Palembang tanpa tujuan yang jelas dan dititipkan di Polsek Kertapati Palembang selama 1 (satu) hari 1 (satu) malam lalu kemudian dibawa balik ke jambi dan dibawa ke kantor TERMOHON pada tanggal 1 November 2024 sekitar jam 05.00 Wib pagi Subuh.
- Bahwa setelah sampai di kantor TERMOHON, kaki kiri bagian bawah lutut beserta mata PEMOHON diikat pakai lakban dan kemudian dibawa ke suatu tempat yang tidak PEMOHON ketahui dan sesampainya ditempat tersebut TERMOHON menyuruh dan memaksa PEMOHON untuk melakukan posisi tiarap dan kemudian TERMOHON menembak PEMOHON dibagian betis kaki kiri, kemudian TERMOHON membawa PEMOHON ke RSUD Puri Husada Jalan Veteran No 52 Tembilahan, untuk dilakukan pemeriksaan apakah penembakan tersebut mengenai tulang kaki dan kemudian TERMOHON membawa PEMOHON Kembali ke kantor TERMOHON, namun hingga sampai saat ini PEMOHON tidak menemukan jawaban mengapa dia ditembak yang mengakibatkan PEMOHON berjalan dengan cara satu kaki dan tidak bisa berjalan dengan baik.
- Bahwa kemudian setelah dilakukan nya penembakan tersebut kepada PEMOHON maka TERMOHON langsung melakukan pemeriksaan, dimintai keterangan (BAP) oleh TERMOHON dengan keadaan PEMOHON mengalami kesakitan akibat pemukulan dan penembakan yang dilakukan oleh TERMOHON dan pada pemeriksaan tersebut pun tidak diberitahu bahwa PEMOHON mempunyai hak untuk didampingi Penasehat Hukum, sehingga dalam pemeriksaan tersebut PEMOHON tidak didampingi Penasehat Hukum, kemudian dalam hal pemeriksaan tersebut TERMOHON memaksa PEMOHON mengakui suatu perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai dan menjual barang jenis shabu narkotika dan apabila tidak diakui maka PEMOHON diancam akan ditembak lagi sehingga karena PEMOHON merasa takut dan juga tidak tahan rasa sakitnya akibat penganiayaan dan tembakan yang dialaminya, maka dengan terpaksa PEMOHON mengakui sebagaimana paksaan dari TERMOHON.
- Bahwa selanjutnya setelah selesai pemeriksaan/Dimintai Keterangan (BAP) tersebut lalu PEMOHON dibawa kearah depan kantor TERMOHON untuk dilakukan Konferensi Pers dan mengumumkan bahwa PEMOHON adalah salah satu TERSANGKA yang melakukan tindak pidana UU Narkotika lalu PEMOHON dilakukan penahanan di Rumah tahanan TERMOHON.
- Bahwa beberapa hari kemudian TERMOHON mengeluarkan PEMOHON dari Rumah Tahanan ke ruangan TERMOHON pada saat itu telah menghadirkan Penasehat Hukum yang dihunjuk oleh TERMOHON tetapi tidak dalam hal pendampingan pemeriksaan (BAP) hanya saja memerintahkan PEMOHON untuk langsung tanda tangan BAP tanpa dibaca dulu lalu kemudian PEMOHON menandatangani BAP tersebut.
- Bahwa selama penangkapan dan penahanan PEMOHON tersebut TERMOHON tidak pernah memberikan informasi dan tidak memberikan surat penangkapan, penahanan beserta dengan surat perintah lainya kepada PEMOHON, maupun keluarganya sehingga keluarga merasa resah berfikir bahwa PEMOHON diculik atau dibunuh dikarenakan tidak adanya pemberitahuan dari TERMOHON kepada keluarga bahwa PEMOHON telah ditahan dirutan TERMOHON.
- Bahwa selama penahanan PEMOHON hanya bisa berharap dan berdoa kepada TUHAN YANG MAHA ESA agar PEMOHON mendapatkan KEADILAN sebagaimana aturan perundang-undangan dan hukum yang berlaku di Negara Republik Indonesia.
- Analisa Yuridis
- Bahwa Tindakan Penangkapan yang dilakukan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON tanpa adanya bukti permulaan yang cukup dan penetapan Tersangka, dan kemudian Tindakan Penangkapan oleh TERMOHON dilakukan tanpa memperlihatkan/memberikan Surat Tugas dan Surat Perintah Penangkapan kepada PEMOHON maupun keluarganya dalam waktu yang ditentukan Undang-undang, sehingga Tindakan TERMOHON melanggar ketentuan :
- Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Pasal 1 Angka 14 KUHAP
Tersangka adalah seorang yang karena perbuatanya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai Tindak Pidana.
Pasal 184 KUHAP Ayat (1)
Pasal yang menjelaskan mengenai alat bukti yang sah untuk menetapkan TERSANGKA.
-Keterangan Saksi
- Keterangan Ahli
- Surat
-Petunjuk
-Keterangan Terdakwa
Pasal 17 KUHAP
Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan Tindak Pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
Pasal 18 KUHAP Ayat (1) :
Pelaksanaan Tugas Penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian negara republik indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada Tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas Tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa.
Pasal 18 ayat (3) KUHAP :
Tembusan Surat Perintah Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan.
- Bahwa penangkapan PEMOHON ternyata telah disertai dengan Tindakan pemukulan/penganiayaan, penembakan serta ancaman oleh TERMOHON, untuk supaya PEMOHON melakukan pengakuan sesuai perintah TERMOHON oleh karena itu Tindakan TERMOHON tersebut telah melanggar dan bertentangan dengan ketentuan :
- Pasal 52 UU Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP
Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangannya secara bebas kepada penyidik atau hakim.
Supaya pemeriksaan dapat mencapai hal yang tidak menyimpang daripada yang sebenarnya, maka tersangka atau terdakwa harus dijauhkan dari rasa takut oleh karena itu wajib dicegah adanya paksaan atau tekanan terhadap tersangka atau terdakwa.
- Pasal 13 ayat 1 Huruf a Perkap Nomor 8 Tahun 2009 Tentang implementasi prinsip dan standard hak asasi manusia dalam penyelenggaraan tugas kepolisian negara republik indonesia (Perkap implementasi HAM)
Dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan setiap petugas polri dilarang a. melakukan intimidasi, ancaman, siksaan fisik, Psikis ataupun seksual untuk mendapatkan informasi, keterangan atau pengakuan.
- Pasal 27 Ayat (2) Huruf h (Perkap implementasi HAM)
Dalam melakukan pemeriksaan terhadap saksi, tersangka atau terperiksa petugas dilarang memeriksa saksi, tersangka atau terperiksa sebelum didampingi oleh penasehat hukumnya, kecuali atas persetujuan yang diperiksa.
- Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945
Bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
Bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi , keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda dibawah kekuasaanya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
Bahwa setiap orang berhak bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
- Pasal 28 I ayat 1 UUD 1945
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati Nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
- Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 4 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi , pikiran dan hati Nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, dan untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.
- Pasal 18 ayat 1 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk membelanya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
- Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia, Pasal 17 ayat 1 dan ayat 2.
- Penggunaan senjata api oleh anggota kepolisian hanya dapat dilakukan dalam keadaan darurat yang memaksa untuk melindungi diri sendiri atau orang lain dari ancaman bahaya yang nyata.
- Penggunaan senjata api sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus sesuai dengan prosedur etika kepolisian.
- Bahwa Tindakan penyitaan yang dilakukan oleh TERMOHON terhadap barang-barang milik PEMOHON yang disita namun tidak diberikan surat penyitaan tersebut kepada PEMOHON, keluarga oleh karena itu Tindakan TERMOHON telah melanggar dan bertentangan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
- Pasal 75 ayat 1 huruf f KUHAP
Berita acara dibuat untuk setiap Tindakan tentang penyitaan benda
- Pasal 75 ayat 3 huruf f KUHAP
Berita acara tersebut selain ditandatangani pejabat Pengadilan Negeri setempat ditandatangani pula oleh semua pihak yang terlibat dalam Tindakan tersebut pada ayat 1.
- Bahwa karena TERMOHON tidak melaksanakan prosedur-prosedur sesuai dengan ketentuan didalam perundang-undangan, maka Tindakan TERMOHON menunjukan ketidakpatuhan kepada hukum, padahal TERMOHON adalah sebagai Aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia in casu dalam kualitas sebagai penyidik seharusnya memberikan contoh yang baik kepada Masyarakat, dalam hal ini TERMOHON telah melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud :
- Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 7 ayat 3.
Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam pasal ayat 1 dan 2, Penyidik wajib menjungjung tinggi hukum yang berlaku.
- Pasal 19 ayat 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan, serta menjungjung tinggi hak asasi manusia.
Bahwa dalam perkembanganya PRAPERADILAN telah menjadi fungsi control Pengadilan terhadap jalannya Peradilan sejak tahap penyelidikan khususnya dalam hal ini yang berkaitan dengan penangkapan sehingga oleh karenanya Tindakan tersebut patut dikontrol oleh Pengadilan dengan menyatakan bahwa Penangkapan PEMOHON oleh TERMOHON adalah tidak sah secara hukum dan perundang-undangan. Maka dengan demikian jika seandainya menolak PRAPERADILAN Aquo, maka penolakan itu sama saja dengan Melegitimasi Penangkapan yang tidak sah, Melegitimasi Penyiksaan dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan TERMOHON kepada PEMOHON.
- Ganti Kerugian Dan/Atau Rehabilitasi
- Bahwa Tindakan Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan,dan Penyitaan yang tidak sesuai prosedur sehingga sah secara hukum yang dilakukan oleh TERMOHON kepada PEMOHON sehingga mengakibatkan kerugian kepada PEMOHON.
- Bahwa mengingat PEMOHON adalah bekerja sebagai karyawan swasta yang mana sumber penghasilan untuk kehidupan sehari-sehari bergantung pada gaji dari pekerjaan sebagai karyawan swasta, maka sangat wajar dan beralasan untuk diberikan kompensasi dan/atau ganti rugi bagi PEMOHON.
- Bahwa ketentuan Pasal 9 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1983, Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Apabila penangkapan, penahanan dan Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 95 KUHAP mengakibatkan yang bersangkutan sakit atau cacat sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan nya atau mati, besarnya ganti rugi berjumlah setingi-tingginya Rp. 10.000.000 (Sepuluh Juta Rupiah)
- Bahwa disamping kerugian Materiil, PEMOHON juga menderita kerugian Immateriil akibat penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan yang tidak sah oleh TERMOHON, menyebabkan tercemarnya nama baik PEMOHON, hilangnya kebebasan, menimbulkan dampak psikologis terhadap PEMOHON dan Keluarga, sehingga menimbulkan kerugian immaterial yang tidak dapat dinilai dengan uang sehingga dibatasi dengan jumlah Rp. 10.000.000 (Sepuluh Juta Rupiah)
- Bahwa kerugian immateriil tersebut diatas selain dapat dinilai dalam bentuk uang, maka juga wajar dan sebanding dikompensasikan dalam bentuk Perminta maafan oleh TERMOHON secara terbuka kepada PEMOHON melalui media massa.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, mohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Tembilahan untuk mengadakan siding Praperadilan terhadap TERMOHON tersebut sesuai dengan hak-hak PEMOHON sebagaimana diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 serta Pasal 95 KUHAP, maka untuk itu mohon kepada Yth Ketua Pengadilan Negeri Tembilahan Cq Hakim yang memeriksa Permohonan ini berkenan memeriksa dengan memutuskan sebagai berikut :
- Menerima dan mengabulkan Permohonan Praperadilan PEMOHON untuk seluruhnya.
- Menyatakan Tindakan Penangkapan, Penahanan, Pemeriksaan, Penggeledahan, Penyitaan terhadap PEMOHON oleh TERMOHON tidak sah secara hukum karena melanggar perundang-undangan.
- Memerintahkan TERMOHON untuk segera mengeluarkan/membebaskan PEMOHON atas nama TEGUH RIYANTO
- Menghukum TERMOHON untuk membayar ganti kerugian materiil dan immaterill sebesar Rp. 20.000.000 (Dua Puluh Juta Rupiah) secara tunai kepada PEMOHON,
- Menghukum TERMOHON untuk meminta maaf kepada PEMOHON secara terbuka lewat media massa di Tembilahan.
- Memulihkan hak-hak PEMOHON, baik dalam kedudukan, kemampuan harkat serta martabatnya.
Apabila Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tembilan berpendapat lain, Mohon putusn yang seadil-adilnya (ex aquo et bono) berdasarkan KETUHANAN YANG MAHA ESA. |